Cerita Warga Bekasi Ditarik Jutaan Rupiah Saat Urus Sertifikat Tanah Lewat Program PTSL
Ilustrasi Sertipikat Tanah |
Bekasi Urban City - Program Presiden Joko Widodo soal sertifikasi tanah di Bekasi, Jawa Barat, diwarnai praktik pungutan liar hingga jutaan rupiah.
Salah seorang warga Kelurahan Jatimurni, Kecamatan Pondok Melati, Bekasi yang enggan disebut identitasnya mengungkapkan praktik pungutan liar tersebut kepada Kompas.com, Selasa (22/3/2022).
“Enggak merata sih jumlah (pungli) nya. Saya kena Rp 1,8 juta. Ada yang ditarik Rp 1,5 juta,” ujar warga itu.
Ia menjelaskan, program sertifikasi tanah atau yang biasa disebut Program Pendaftaran Tanah Sistemik Lengkap (PTSL) awalnya mulai disosialisasikan ke warga di lingkungannya pada Februari 2022.
Sosialisasi dilakukan oleh ketua RT dan RW setempat.
Mereka menyebut, program itu menyasar warga di tujuh RW Kelurahan Jatimurni. Pada sosialisasi awal itu, warga sudah diberitahu bahwa ada biaya sebesar Rp 1,5 juta hingga Rp 1,8 juta agar proses sertifikasi berjalan lancar.
“Awalnya disebut satu RT diberikan kuota 50-an lahan untuk disertifikasi. Tapi, karena diduitin begitu, banyak yang enggak ikut. Akhirnya, sistem kuota itu ditiadakan, tapi ya duitnya tetap jalan,” ujar warga tersebut.
Tak hanya itu, besaran pungutan bertambah apabila status lahan yang hendak mengikuti program PTSL hanya berupa girik.
“Dibilangnya ada pungutan Rp 10.000 per meter persegi buat yang lahannya masih girik. Kalau yang ada akta jual beli, itu enggak dipungut lagi, cuma Rp 1,8 juta doang,” ujar dia.
Dirinya mengaku, telah mentransfer uang ke rekening RT tanpa diberikan kuitansi sebagai bukti pembayaran. Uang itu disebut akan diteruskan ke petugas yang ditunjuk oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN).
Petugas pengukuran tanah dari BPN juga sudah mulai datang ke lingkungan rumahnya untuk melakukan pengukuran.
Ia dan sejumlah warga sebenarnya keberatan dengan pungutan itu. Tetapi, ia sendiri dan kebanyakan orang di lingkungannya tak mengetahui bahwa program itu semestinya gratis.
Ia dan warga juga beranggapan bahwa program itu adalah peluang yang baik untuk mengurus sertifikat tanah. Sebab, apabila mengurus dalam kondisi biasa, bisa memakan banyak biaya. Oleh sebab itu, program tersebut tak boleh disia-siakan.
“Ya mumpung bayar cuma segitu kan? Mau enggak mau pinjam sana-sini dulu deh biar punya sertifikat,” ujar dia.
“Kalau orang yang berduit, pasti gampang-gampang saja bayar segitu. Tapi buat yang enggak punya duit? Ya pilihannya pinjam duit sana sini kayak saya, atau enggak ikutan sama sekali,” lanjut dia.
Tanggapan BPN Kota Bekasi
Menanggapi isu tersebut, Kepala Kantor BPN Kota Bekasi Andi Bakti Djufri angkat bicara. Ia menjelaskan bahwa ketika penyuluhan dilakukan, pihaknya sudah menyampaikan bahwa tidak ada pungutan yang dilakukan oleh BPN.
"Saya sudah sampaikan, tidak ada biaya administrasi dari pertanahan. Mulai dari pengukuran, panitia, surat keputusan (SK), sampai terbitnya sertifikat," kata Andi saat dihubungi Kompas.com, Kamis (24/3/2022) malam.
Andi menambahkan, meski semua sudah dianggarkan oleh Anggaran Pembelanjaan Biaya Negara (APBN), namun untuk masalah Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), kemudian materai, dan biaya patok, biaya tersebut tetap dibebankan kepada warga. Ia juga mengatakan, jika memang ada informasi tentang pungutan yang dilakukan oleh BPN, maka dipastikan itu adalah oknum.
"Coba itu diklarifikasi dulu, karena bisa saja masyarakat itu menginformasikan tapi informasinya enggak jelas," katanya.
Selain itu, dirinya menuturkan bahwa kalau memang ada oknum yang terlibat, pihaknya akan segera memberikan sanksi kepada oknum tersebut. (kompas.com)